Rabu, 18 November 2015

PLAGIASI: CABARAN INTELEKTUAL

Pendahuluan
Latar belakang
Dengan memetik seuntai Hadith riwayat Al-Baihaqi Rahimahullah Nabi Muhammad s.a.w yang bearti: “Sesungguhnya Allah menyukai orang - orang yang bekerja dan menekuni pekerjaanya.” Saya kira penafsiran hadith ini sesuai dengan tema makalah saya yang mana ia memberi gambaran kepada usaha membina jaringan ilmiah kalangan kita tanpa memanfaatkan jasa orang lain secara salah dan tidak benar iaitu penjiplakan tulisan – tulisannya atau lebih masyhur dikenal sebagai Plagiarisme atau Plagiat.
Biasanya yang memikul tugasan ini adalah dari premis Mahasiswa atau kaum intelektual yang mana ketika mereka ingin memenuhi standar intelektualitas maka penugasan berupa makalah, resume buku, atau yang terkait untuk ditanggapi kemudianya dalam bentuk pendokumentasian.[1]
Yang menyedihkan kini, kebanyakan dari mereka tidak lagi mahu melakukan penekunan dalam menghasilkan karya yang dimiliki secara peribadi tetapi lebih selesa mengimpor berbagai masukan luar tanpa menunjukkan siapa yang memulai pandangan tersebut.
Perlakuan seperti ini bukan saja menyekat pemekaran ilmu berkat dari usaha sendiri tetapi menjadikan pelakunya pemikir pasif yang tidak mendatangkan sumber manfaat kepada sekitarnya tanpa ada kecenderungan upaya mengenalkan ide – ide baru dalam dunia intelektualitas dan akan menyebabkan peranan mereka didalam masyarakat menjadi hilang tanpa terkesan lagi.



Rumusan Masalah

Berlatar belakangkan apa yang saya suarakan di atas, maka dibawah ini adalah hal pokok pembahasan saya seperti:
1.    Apakah definisi Plagiat?
2.    Terjadikah sisi ilmiah  dengan plagiat?
3.    Apa tanggapan ‘bahaya’ kepada Plagiat?
4.    Cara mengelakkan plagiat.
Tujuan Penulisan
Tujuan saya menulis makalah ini karena :
1.    Mensikapi aktivitas Plagiat.
2.    Mencari tahu sebab akibat Plagiat.



Pembahasan
1 . Definisi plagiat
            Secara umum, berdasarkan pengertian dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, plagiat merupakan kata seimbang yang bermaksud perilaku seseorang yang menjiblak atau mencuri hasil karangan atau pendapat orang lain lalu menjadikan ia seakan hasil dari pemikirannya sendiri.
            Misalnya, ketika seseorang menuliskan sesuatu karya tetapi hanya mengatasnamakan dirinya peribadi tanpa penunjuk arah dari mana datangnya sumber berkenaan walaupun kemungkinan terdapat kesamaan nilai tulis atau pemaksudan diantara kalangan penulis memang wajar wujud  kerana kebersamaan mereka dalam satu niat penyampaian.
Namun, dunia intelektualisme membuktikan bahwa apa yang pelaku plagiat lakukan telah gagal total karena tak mampu menyelubungi gambaran kefahaman orang lain terutama yang begitu memahami kemunculan aktivitas plagiat.
            Justru kita harus memberikan perhatian khusus untuk mencurahkan segala upaya dan kamauan untuk tidak mengambil plagiat sebagai rakan. Ini kerana akan memburukkan gambaran sebenar dari apa yang mahu kita sampaikan sebenarnya.
            Sehingga perkembangan ilmu akan berjalan lancar seiring  penerimaan keaslian nilai intelektualisme daripada khalayak umum.




2 . Terjadikah sisi llmiah dengan plagiat?.
            Kejujuran dalam hidup adalah tanggungjawab yang berada di setiap pundak masyarakat intelektual. Tanggungjawab ini lebih ditekankan pada para ilmuan, mahasiswa, para ulama, generasi pelajar yang peduli ketelusan, dan sesiapa saja yang mahu andil didalam hidup yang bertanggungjawab.
            Belenggu penipuan dalam berilmiah artinya melakukan sesuatu sehingga terwujudnya kemungkinan nilai – nilai asal yang ingin disampaikan pemilik asal hilang dalam kesepian niat pelaku plagiat sedangkan semangat asal mengerjakan pengantar kefahaman guna menimbulkan manfaat yang bearti bagi semua orang supaya menjadi jasa yang tidak ternilaikan.
            Disinilah kita wajib mempersembahkan jiwa kejujuran kita dan apa saja yang murni milik kita membela kebaikan, kemuliaan, dan kebebasan berkarya menurut pendapat sendiri tanpa terlupakan refresensi yang menyokong keberadaan ilmu yang dibenarkan kita.
            Demikian menghargai karya orang lain berarti menghargai dan menghormati suatu hasil atau buah dari pemikiran seseorang yang mempunyai kegunaan dan manfaat dan berarti bagi semua orang sesuai pengertian hadith yang diriwayatkan oleh Muslim dan Baihaqi “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.”.





3 . Apa tanggapan ‘bahaya’ kepada Plagiat
            Dalam menghasilkan sebuah karya, seseorang harus melalui proses-proses tertentu yang tidak mudah. Karena itulah kita patut memberikan penghargaan terhadap orang tersebut.
Penghargaan yang baik ini akan mendorong orang tersebut untuk terus berkarya. Demikian halnya dengan diri kita akan terpacu untuk dapat menghasilkan sesuatu karya yang bermanfaat. Jika hal itu terjadi maka akan ada semangat dan kompetisi yang sehat dalam hal menghasilkan karya yang bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.
            Sekarang, kita tak dapat menumpahkan pembelaan terhadap pembenaran ilmiah secara keseluruhan karena keterbatasan kita sebagai manusia biasa. Sesungguhnya banyak hal dalam kehidupan kita di dunia ini tidak mungkin mudah dibangunkan tetapi dengan sarana kemajuan teknologi maklumat semua itu dapat kita pertanggungjawabkan.
Namun sayangnya, kemajuan teknologi sekarang khususnya yang hadir berupa manfaat internet, telefon pintar justru tak menjadikan kalangan ilmuan makin mengembangkan intelektualitas yang benar dan hakiki. Teknologi justru mereka manfaatkan sebagai cara praktis untuk menyelesaikan tugas intelektualitas. Mahasiswa mengambil faedah singkat yang  tinggal cuma melakukan copy paste untuk menyelesaikan tugas.[2]
Sama sekali tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun untuk tidak menyatakan kebenaran dalam mengambil manfaat ilmu pengetahuan dalam menerapkan nilai kemanusiaan. Perhatian terhadap amalan murni menyatakan kebenaran dalam berkarya pada dasarnya bukan semata – mata kewajiban kita saja, melainkan kewajiban setiap daripada manusia yang telah ‘menghadiahkan’ dirinya demi kepentingan masyarakat.


4 . Cara mengelakkan plagiat
            Berkata atau melakukan hal yang benar merupakan sesuatu manfaat yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Bahkan, dapat dinyatakan bahwa tak satupun orang berakal yang tak ingin mengambil manfaat dari faedah – faedah yang bisa mengantarkan kita kepada kemajuan dalam kehidupan.
            Karena itu, wajar bila orang – orang yang melakukan penyimpangan dan cenderung melakukan pendustaan tanpa erti keinsafan lebih mendatangkan bahaya lewat sarana yang digunakan mereka.
            Mereka menyampaikan ide atau gagasan yang tak cukup masak, dan mungkin juga mereka (Besok, Menulislah dengan) tidak bermaksud memanjangkan penyimpangan tetapi apabila arti sebenar asal karya telah menyimpang ini akan berupaya menanamkan ke benak otak bahwa karyanya adalah benar tanpa pertindihan maksud sebenar.
            Disisi agama sendiri, institusi ini sangat menganjurkan penganutnya agar saling menghargai antara satu dengan yang lain dalam arti kata yang luas. Sikap menghargai terhadap usaha orang lain mestilah didasari oleh jiwa yang jernih dengan penghormatan yang dapat menyegarkan kebahagiaan orang lain yang pada masa yang sama dirinya turut menikmati hal yang mengasyikkan hidup.
            Keupayaan tersebut wajib ditingkatkan setiap hari untuk mewujudkan jiwa harmonis sehingga masyarakat terkesan untuk ikut menjiwai karyanya. Saya berpendapat setiap dari kita berhak membangunkan potensi hidupnya sendiri dengan bimbingan dari siapapun, bukankah nilai kemanusiaan telah wujud memfitrah dalam nurani kita sejak belum lahir lagi tentang tahapan peduli untuk saling memberi dan menerima nasihat, pendapat atau saran orang lain.
Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mampu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melalui pendidikan yang berkesan.
             
Penutup
Kesimpulan
Upaya menanamkan kelestarian serta nyala api akan terus berkobar demi meneruskan apa yang telah dicapai merupakan bentuk penghargaan kita kepada karya orang lain. Melestarikannya pun harus dengan cara yang baik misalnya dengan menjaga, merawat, dan memanfaatkannya secara maksimal. Dengan cara ini maka karya tersebut nantinya tetap dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain, termasuk untuk anak cucu kita.
Sebagai makhluk sosial, setiap pribadi seharusnya memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Apa lagi agama Islam yang kita anut ini mengajarkan kepada kita untuk saling menolong didalam kebenaran.
Daftar pustaka





[1] Budaya Copy Paste Mahasiswa, Desi Wulandari, suaramerdeka.com, 12 Februari 2011
[2] Budaya Copy Paste Mahasiswa, Desi Wulandari, suaramerdeka.com, 12 Februari 2011

Selasa, 13 Oktober 2015

SIAPA ATAS APA

Memperoleh ilmu pengetahuan adalah perkara yang menyeronokkan, biarpun benar atau salah maka kedua-dua hal tersebut adalah catatan penting yang akan membantu kita mengelaskan keberadaan persepsi secara benar. Saya misalkan, masing-masing umat Islam dan sedikit dari penganut ajaran samawi lainnya tentu beriman kepada Al-Qur’an – buku Tuhan tersebut kemudiannya melalui proses penafsiran sesuai keberadaan zaman penafsir.

Jujur sahaja, kebanyakkan tafsiran hanyalah untuk mewakili dan memenangkan kelompok yang diwakili penafsir sehingga ada sebahagiannya menganggap selain daripada itu salah dan harus mengajak orang lain bersimpati menolak sumbangan penafsiran dari perspektif yang berbeza. Banyak bukti dapat disaksikan apabila ada saudara-saudara kita yang mengamalkan keterbukaan disetiap segmen kehidupan dan sedikit mengambil waktu berfikir keras untuk menganalisa, mereka lebih jelas dalam bertindak dan cukup mengesankan.

Demikian jika kita lihat dalam kaedah fiqih yang menyebutkan bahawa:

الحكم يدور ما على مسمى لا على اسم

Hukum itu terlegar pada inti yang diberikan nama, bukanlah jenama.

Perhatikan… Keluasan ilmu yang patut kita hargai itu bukan pada siapa yang memiliki nama keatas subjek tersebut agar ia boleh dirasai manfaatnya, halangan utama untuk berfikir secara waras ialah mendahulukan siapa atas apa sedangkan kegunaan dan kebenaran maklumat belum diambil kira. Ukurlah idea atau konsep cetusan seseorang itu dengan penuh perhatian dan kejujuran dengan sikap sedia menerima perbezaan kerana merasa persepsi kita sahaja sejelas realiti itu merosak toleransi kemanusiaan.

Bukankah warna warni pelangi itu indah kelihatan kerana berbeza..?


Sebagai tambahan akhir Syahid Dr. Ali Shari’ati pernah menuturkan, “Dalam ilmu, adalah perlu dilihat kepada isi perkataan bukan kepada siapa yang berkata. Adapun dalam perkara yang berkaitan dengan politik, adalah perlu dilihat kepada siapa yang berkata terlebih dahulu, kemudian barulah dilihat kepada apa yang diperkatakan.”


Kerana itu jangan terus kita berpendapat bahawa perkataan yang dilemparkan dari orang-orang tertentu kalangan kita khususnya berkaitan politik itu benar belaka dan ketahuilah juga mereka tidak hanya wujud di medium percakapan politik kepartian sahaja. Carilah kunci kepada pembinaan persepsi yang benar dengan menghargai dialog atau jalan dua hala dalam mencapai inti kenikmatan sebelum hadir sebuah ketiadaan.

Isnin, 28 September 2015

KITA PERLU BICARA


 'Eidul Adha atau di kampung halaman saya lebih dikenal sebagai Hari Raya Korban menampak wajah kembali. Perkataan 'Korban' mampu menjunjung erti penyucian, sejarah yang termaktub melalui pengorbanan ruhani Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail A.S bukan suatu ajakan kepada zaman ini supaya mengangkat riwayat tersebut sebagai acara tahunan secara simbolik penyembelihan haiwan sahaja.

Terdahulu, Allah Azza wa Jalla 'mendatangi' Nabi Ibrahim A.S (versi moden Tafsir Al-Qur'an menyatakan ia perintah dari mimpi) sehingga kebenaran 'iman' kedua mereka diterima menurut celupan Tuhan.


Sangat menarik jika telaah ilmiyah ditekuni dengan khusyuk  khususnya mengenai Islam sebagai wadah baharu sumber cinta dan kasih sayang yang mencakupi urusan kehidupan seharian manusia. Kalangan kita tentu mengetahui bahawa semua agama atau kepercayaan mempersembahkan ritual korban sesuai keyakinan masing-masing. 

Persembahan korban untuk Tuhan muncul secara fitrah didalam diri manusia tetapi bayangkanlah pula betapa ramai umat Islam tersalah memahami tujuan bersemayamnya ritual penyembelihan itu didalam salah satu cara beribadah kepada Tuhan.

Asal pemaknaan Korban ialah Qurb iaitu dekat, beerti perlaksanaan ibadat ini mengiring kita agar mendekatkan diri sekaligus pasrah kepada yang Maha Agung. Antara ciri khas kaum Mukminin ialah ikhlas merelakan diri menjadi 'Khadam' yang mengisytiharkan bahawa mereka telah mendedikasikan seluruh hidup termasuk kewujudannya untuk berkhidmat demi kebenaran diatas kebaikan, kemajuan dan kebahagiaan umat.


 Kita sebagai sebahagian daripada umat manusia harus memberi perhatian terhadap satu hal, apakah hal itu..? Satu premis sederhana yang mendasarkan maksud istilah tersebut sehingga membentuk wujud yang memenuhi realiti dunia - Kekuatan akhlak, kesedaran dan peduli kepada ketertindasan manusia selainnya. 

Jangan terlewatkan ungkapan Tuhan kepada Nabi Ibrahim A.S dalam merealisasikan 'pengorbanan' diri sendiri, oleh kerana itu kita memerlukan'paksi masharakat' yang terbina kukuh menyelamatkan manusia daripada kaku akibat cenderung anti ilmiyah dengan hasrat yang sama, 'Mahdisme'.

Keterangan rekod foto:
Upacara penyembelihan haiwan korban di Kedutaan Sekretariat Pemuda Nusantara (PENA) di Cilandak, Jakarta Selatan.

Silakan menyertai saya di,
Komrad Rakyat Mushthafa Kamal Al-Hashemi,
WhatsApp: +6281212898977
BBM: 565E22ED
Email: komradrakyat@gmail.com

Rabu, 8 April 2015

MODAL TAFAKUR


Apa itu perbuatan keji..?

Saya fikir kita 'tak perlu mendefinasikannya dengan definasi yang membuatkan kita semakin tidak memahami kerana tanpa ilmu sekalipun semua manusia faham apa itu perbuatan yang keji. Setiap perbuatan yang keji adalah lawan kepada perbuatan yang baik. Sebagai contoh, berbohong itu keji, berbicara benar itu baik, mengumpat itu keji, memfitnah orang itu keji, berzina itu keji, bersangka buruk itu keji dan pelbagai lagi bentuk kewujudan hal-hal keji yang berada di sekeliling dan merapat dengan kita.

Menganggapnya sebagai perkara yang remeh menyebabkan pelakunya merasakan tidak bersalah jika dia sudah terbiasa dengan perbuatan tersebut. Ada orang bertingkah laku keji kerana kejahilan dan ada juga kalangan kita memang sudah terbiasa. Ada juga orang yang kerjanya cari makan dengan aksi perbuatan yang keji. Semua kita tahu bahawa pelaku perbuatan keji adalah lebih keji berbanding kekejian itu sendiri.  Pembicara yang berbohong lebih keji dari pembohongan itu sendiri.

Semua kita mengetahui bahawa pelaku perbuatan keji ini akan dibebani dengan dosa yang mereka telah lakukan. Adakalanya perbuatan yang sama tetapi pelakunya berbeza darjat maka dosa yang dipikul juga berbeza. Contohnya, jika seorang anak kecil berbohong, tidak akan sama dengan seorang dewasa yang berbohong. Seorang awam berbohong tidak akan sama dengan seorang politikus berbohong. Dosa ahli politik akan lebih besar dari seorang awam yang berbohong. Jika seorang awam berbohong, pendengarnya mungkin hanya beberapa orang sahaja tetapi apabila seorang ahli politik berbohong, semua masharakat penyokong atau pendukungnya akan percaya dengan pembohongan tersebut.

Jika seorang awam melakukan fitnah, dosanya dinilai besar kerana boleh merosakkan keharmorniaan, persahabatan, rumah tangga atau yang seperti itu tetapi jika seorang ulama' melakukan fitnah dan umat mempercayainya kerana dia berstatus ulama' atau ustaz maka dia telah mengheret umatnya kearah kehancuran dan mungkin juga kepada saling kafir mengkafir dan lebih parah daripada itu boleh juga menyebabkan pertumpahan darah.


Maka berhati-hati dengan perbuatan atau tingkah laku keji dan jangan dianggap ringan dan meremehkannya, terutama bagi mereka yang mempunyai status tertentu....

Khamis, 5 Mac 2015

HATI BERSERAKAN



Sebermula pencarian ilmu pengetahuan, antara yang saya menaruh kasih rindu ialah membongkar ilmu-ilmu Islam bahkan ketika sampai pada suatu tahap saya telah melampaui batas tersebut dengan menadah curahan keilmuan segenap bidang.

Cukup berharga kerana sejak sebelum di bangku persekolahan, untuk tidak menyasarkan akal supaya khayal Ibu membiasakan saya untuk memperoleh kebebasan akses terhadap bahan-bahan ilmiah yang beragam seninya dan teratur agar terkendali. Menghadiri majlis-majlis halaqah ilmu hatta hari upacara perkebumian jenazah memberi saya erti yang mendalam untuk menjadi pengamat setia alami tetapi kekal diam sendiri pada waktu itu dan warna-warna indah yang semarak sempat menempati nurani.

Semoga Allah Jalla Wa ‘Ala terus membimbing untuk menemukan kelemahan dan kekhilafan kita demi menghapus potensi negatif tersebut selamanya.

Sebenarnya, tulisan kali ini muncul dari kamir rasa ketidakpuasan hati, kecewa, gelisah dan kebimbangan berganda selepas maklum akan ‘penyakit’ ilmiah yang menawan tujuan murni teman-teman sekuliah sejak dari dahulu hingga sekarang bahkan ikut sama golongan cendekiawan yang telah melumpuhkan pergerakan kearah penyelesaian konkrit kemajuan budaya hidup insan.

Pencinta teori ilmiah yang hilang peduli

Status ‘Pelajar Ilmu’ yang akan saya khususkan disini semakin melentur kepada ghairah budaya pencanduan. Olahan ini justeru membahayakan sehingga ‘Pelajar Ilmu’ dizaman mutakhir memiliki anggapan yang tidak benar tentang manifestasi nilai keilmuan.

Seluruh upaya pembelajaran menurut saya tidak boleh sekadar mencakupi perihal teori mahupun istilah tanpa mengesankan pemberdayaan serta pengukuhan masharakat dari segala hubaya penindasan dan pembodohan terutamanya. Fitrah ‘alamiah insan sepatutnya bebas menanyakan, “Apakah seluruh agenda pendidikan ini hanya ingin mengkayakan pencinta teori didalam kehidupan seharian seorang manusia dan mempermainkan hati serentak mencegah penghayatan sebenar ilmu..?

Hasrat suci menuntut ilmu awalnya kian berubah kepada noda akibat kesengajaan memastikan lagi pencinta teori menjerat tanpa upaya bebas untuk mendasari pengabdian terhadap kebijaksanaan. Maksud saya ketika ‘Pelajar Ilmu’ melihat diri serta kelompoknya berjaya didalam urusan istilah dan segala teori, mereka hilang kesedaran bahawa hakikatnya penilaian itu suatu keserakahan yang merosak malah tentunya tidak sejalan dengan pembentukan manusiawi.

Mengapalah kalangan ‘Pelajar Ilmu’ mengabaikan waktu-waktu kedekatan mereka pada Tuhan sedangkan didalam masa yang sama mereka tidak cinta kepada kepedulian terhadap alam... Lihatlah sekeliling kita lalu bertanyalah, “Sudahkah memposisikan diri sebagai penegak ilmu yang sesungguhnya..?

Selasa, 24 Februari 2015

SERBA HUBAYA



Rona merah senja terduga memuja
Bintang bulan gelap nekad menerpa
Harapan masih berkelana tanpa prasangka
Kemanusiaan  pun malap menjadi kasar lupa budaya

Kamir hidup dalam huru-hara moral...
terasa akrab digenggam ‘agama’ yang ghairah setara
Seketika memandang hambar peduli, bersikap dan cinta

Celahan hidup ada anak-anak sirna dewasa
Abadi menghamba meneduh wasiat nyaris berteman khalayak yang hidup dijerut segala ‘serba’
‘Serba’ menjadi tragedi kelahiran yang mengasyikkan
Menggoda zaman drama kesedaran

Kita berupaya menjadi insan
Memaut ilmu dan memujuk akhlak laksana teman
Lampaui budi daya simpati tanpa marah pura-pura merajut kebencian.


6 Jamadil Awwal 1436
Komrad Rakyat Mushthafa Kamal Al-Hashemi
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Konsep fikir yang berakar umbi ajaran yang benar. Aspirasi pencerahan pemikiran melalui ilmu, pembinaan idealisme serta aktivisme dan bimbingan yang komited kepada masharakat. Dibangun atas dasar peduli kekitaan, cinta dan harmoni serta memelihara kemuliaan manusia. ‘Izzah umat hanya akan dicapai jika Islam diamalkan selengkapnya.

Tiada Hak Cipta Dalam Islam. Mohon Sebar Luas Tulis Ayat Komrad Rakyat, Cuma Nyatakan Sumber Anda Bagi Memudahkan Rujukan. Saya Juga Mengharapkan Agar Teman-teman Tidak Melupakan Saya, Seorang Durjana Dan Lalai Ini Dengan Do'a-do'a Kebaikan. Moga Diredhai Tuhan. Terima Kasih Sebanyaknya..!
Wadah penulisan maya demi menyebar dan membudayakan kebenaran serta memberi kesedaran sekaligus pemangkin kebangkitan kepada massa. Komrad Rakyat menyokong kebebasan, keadilan sosial, sikap hormat dan kesaksamaan massa sekaligus menentang segala bentuk penindasan, rasuah, ketidakadilan dan prejudis merangkumi perkara-perkara agama, politik dan sosial.